Minggu, 22 Februari 2009

BRONKHITIS

Definisi
Bronkitis adalah suatu peradangan pada saluran bronkial atau bronki. Peradangan tersebut ,disebabkan oleh virus, bakteri, merokok, atau polusi udara.
Bronkitis pada anak dapat merupakan akibat dari beberapa keadaan lain saluran pernafasan atas dan bawah, dan trakhea biasanya terlibat. Namun bronkitis dapat juga merupakan penyakit tersendiri.

Etiologi
Virus merupakan penyebab tersering, misalnya Rhinovirus, Respiratory Sincytial Virus (RSV), Virus Influenza, Virus Para-influenza, Adenovirus dan Coxsackie virus. Bronkitis akut juga berhubungan dengan morbili, pertusis dan infeksi Mycoplasma pneumonia. Belum ada bukti yang meyakinkan bahwa bakteri lain merupakan penyebab primer bronkitis akut pada anak. Di lingkungan sosial ekonomi yang baik, jarang terdapat infeksi sekunder oleh bakteri.

Faktor Predisposisi
Alergi, cuaca, polusi udara dan infeksi saluran nafas atas kronik dapat memudahkan terjadinya bronkitis akut.

Epidemiologi
Di Amerika Serikat, menurut National Center for Health Statistics, kira-kira ada 14 juta orang menderita bronkitis. Lebih dari 12 juta orang menderita bronkitis akut pada tahun 1994, sama dengan 5% populasi Amerika Serikat. Di dunia bronkitis merupakan masalah dunia. Frekuensi bronkitis lebih banyak pada populasi dengan status ekonomi rendah dan pada kawasan industri. Bronkitis lebih banyak terdapat pada laki-laki dibanding wanita. Data epidemiologis di Indonesia sangat minim.

Patogenesis
Dua faktor utama yang menyebabkan bronkitis yaitu adanya zat-zat asing yang ada di dalam saluran napas dan infeksi mikrobiologi. Bronkitis kronik ditandai dengan hipersekresi mukus pada saluran napas besar, hipertropi kelenjar submukosa pada trakea dan bronki. Ditandai juga dengan peningkatan sekresi sel goblet di saluran napas kecil, bronki dan bronkiole, menyebabkan produksi mukus berlebihan, sehingga akan memproduksi sputum yang berlebihan.

Patofisiologi
Pada bronkitis terjadi penyempitan saluran pernapasan. Penyempitan ini dapat menyebabkan obstruksi jalan napas dan menimbulkan sesak. Pada bronkitis kronik, disebabkan karena perubahan pada saluran pernapasan kecil, yang diameternya kurang dari 2 mm, menjadi lebih sempit, berkelok-kelok dan kadang-kadang terjadi obliterasi. Penyempitan lumen terjadi juga oleh metaplasia sel goblet. Saluran pernapasan besar juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus. Pada penderita bronkitis saat terjadi ekspirasi maksimal, saluran pernapasan bagian bawah paru akan lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Hal ini akan mengakibatkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang, sehingga penyebaran udara pernapasan maupun aliran darah ke alveoli tidak merata. Timbul hipoksia dan sesak napas. Lebih jauh lagi hipoksia alveoli menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah paru dan polisitemia. Terjadi hipertensi pulmonal yang dalam jangka lama dapat menimbulkan kor pulmonal.

Manifestasi Klinik
Pada umumnya manifestasi klinis dapat dibagi dalam beberapa stadium:
a. Stadium prodormal: 1-2 hari demam dan gejala saluran pernafasan bagian atas, gejala ini sering tak nyata
b. Stadium trakeobronkial: 4-6 hari, dengan demam, batuk mula-mula non produktif dan kemudian timbul ekspektorasi, demam biasanya tidak tinggi
c. Stadium rekonvalesen: panas turun, batuk berkurang, kemudian sembuh. Stadium ini dapat terjadi infeksi sekunder oleh bakteri.
Dengan demikian manifestasi klinis yang dijumpai pada penderita:
• Demam 37,8°C-39°C (jarang tinggi)
• Batuk, mula-mula kering dapat menjadi berdahak, pada anak besar sering purulen. Pada anak kecil usaha untuk mengeluarkan sekret yang lengket dan kental dapat merangsang muntah; sekret yang tertelan dapat menyebabkan muntah.
• Nyeri dada waktu batuk sering dikeluhkan oleh anak besar bila batuknya berat.
• Gejala rhinitis sebagai manifestasi pengiring.
• Faring hiperemis bisa juga tampak.
• Rhonki basah kasar merupakan tanda khas radang di bronkus; bila lendir banyak dan tidak terlalu lengket terdengar ronkhi basah kasar.

Penatalaksanaan
Berhubung penyebab terutama virus maka belum ada obat yang kausal. Antibiotika tidak ada gunanya. Obat panas, banyak minum terutam air dan buah-buahan sudah sangat memadai. Obat penekan batuk tidak boleh diberikan pada yang banyak lendir. Mukolitik tidak lebih baik daripada banyak minum.
Bila batuk tetap ada dan tidak ada tanda-tanda perbaikan setelah 2 minggu maka kemungkinan infeksi bakteri sekunder boleh dicurigai dan dapat diberikan antibiotika, asal sudah disingkirkan kemungkinan asma dan pertusis. Antibiotika yang dianjurkan adalah yang serasi untuk S. Pneumoniae dan H. Influenza sebagai bakateri penyerang sekunder misalnya amoxicilin, kotrimoksazol dan golongan makrolide. Berikan antibiotika tujuh sampai sepuluh hari dan bila tidak berhasil perlu dilakukan foto roentgen thorax untuk menyingkirkan kemungkinan kolaps paru segmental dan lober, benda asing dalam saluran nafas dan tuberkulosis.
Bila bronkitis akut terjadi berulang kali perlu diselidiki kemungkinan adanya kelainan saluran nafas, benda asing, bronkiektasis, definisiensi imunologis, hiperaktivitas bronkus dan ISNA atas yang belum teratasi.

Prognosis
Bila tidak ada komplikasi, prognosis umumnya baik. Pada bronkitis akut yang berulang dan disertai dengan merokok terus-terusan secara teratur cenderung menjadi bronkitis kronis pada waktu dewasa.

DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. 2004. Bronkitis. http://ww.medicastore.com/med. 2007
2. Anonim. 2004. Penyakit Paru Obstruktif Menahun. http://www. medicastore.com /med. 2007
3. McPhee, S.J., et al. 2003. Pathophysiology of Disease: An Introduction to Clinical Medicine. 4th ed. United State of America: Lange Medical Book McGraw-Hill Companies.
4. Miravitlless, Marc. 2007. Determining Factors in the Prescription of Moxifloxacin in Exacerbations of Chronic Bronchitis in the Primary-Care Setting. http://web.ebscohost.com/ehost. 2007
5. Qarah, Samer. 2007. Bronchitis. http://www.emedicine.com/med. 2007
6. Rubenstein, D., et al. 2007. Lecture Notes: Kedokteran Klinis, edisi keenam. Penerbit Erlangga. Jakarta
7. Setiawati, A., Darmansjah, I., and Mangunnegoro, H. 2005. Safety and tolerability of moxifloxacin in the treatment of respiratory tract infections a post-marketing surveillance conducted in Indonesia. Medical Journal of Indonesia. vol.:14, no:1, hlm. 11-19.
8. Sunarto, Prof. DR., et al. 1999. Standar Pelayanan Medis RSUP Dr. Sardjito, edisi 2. Gadjah Mada Press. Jogjakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar